Islam mengajarkan kita untuk menjadikan keridhaan Allah sebagai
motivasi aktifitas kehidupan. Mengingat manusia adalah makhluk sosial
yang tidak lepas dari interaksi satu sama lain, maka manusia tidak akan
bisa terlepas dari hubungan lelaki dan perempuan.
Islam begitu ketat dalam mengatur hubungan yang satu ini. Hubungan
lelaki dan perempuan adalah pondasi utama terwujudnya kehidupan
bersosial. Jika hubungan ini terjalin dengan sebaik-baiknya, maka
terbentuk pula masyarakat yang baik dan sehat. Namun jika sebaliknya,
maka sebaliknya pula.
Dalam artikel ini yang akan saya bicarakan adalah hubungan lelaki dan
perempuan dalam kategori asmara dan ketertarikan seksual; tidak perlu
saya bahas hubungan antara ayah dan putrinya, kakak perempuan dan
adiknya, dll.
Dunia hiburan dengan semua bentuknya seperti film, sinetron, novel,
komik, dan lain sebagainya, lebih dari sering mengangkat masalah cinta
dan asmara sebagai temanya. Karena bagi semua orang hal itu begitu
menyenangkan dan membangkitkan gairah dalam hubungan lelaki dan
perempuan.
Cinta dan asmara yang diunjukkan di dalamnya selalu diagung-agungkan.
Dianggapnya sebagai permata suci yang sangat mulia. Padahal jika saya
mau katakan, mustahil jika semua itu tidak ada kaitannya dengan seks!
Ya, seks adalah kenikmatan nomor satu di dunia ini yang tidak ada
tandingannya. Ibaratnya jika seks itu adalah seseorang yang telanjang,
maka cinta dan asmara adalah pakaiannya. Pakaian inilah yang diperindah,
dipercantik dan didisain sedemikian menarik yang pastinya peminat
pakaian itu akan tertarik pula dengan “tubuh telanjang”.
Lalu apa kata Islam? Secara frontal, saya jelaskan bahwa aturan hijab
dalam Islam adalah untuk mencegah umat manusia berani memasuki area
suci “seks” seenaknya tanpa aturan. Kebalikan dari dunia hiburan yang
digemari masyarakat, Islam tidak terlalu menjunjung cinta dan asmara
sedemikian tinggi dalam hubungan seorang lelaki dengan kekasihnya.
Islam, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, terus menerus
menyarankan manusia agar menjadikan keridhaan Allah sebagai motivasi
hubungan antar lelaki dan perempuan, bukannya cinta dan asmara.
Sebagaimana Islam menutupi pakaian wanita dan perhiasannya dengan
hijab demi tercegahnya hubungan seks tanpa aturan (di luar nikah), Islam
juga menghijabi masalah cinta dan asmara sehingga membuat kita tidak
terlalu perlu mengangkatnya sebagai tema hiburan.
Singkatnya, mengapa Islam begitu begis terhadap hubungan lelaki dan
perempuan, yang tak luput dari hubungan seks, yang tidak berada di dalam
ikatan pernikahan? Anda sendiri tahu apa jawabnya. Silahkan anda
rasakan sendiri apa hasil hubungan bebas lelaki dan perempuan sat ini?
Seks bebas bagaikan tumor yang terus tumbuh besar merusak setiap lapisan
masyarakat, begitu juga anak cucu anda jika anda tidak berusaha
membenahi fenomena ini. Diawali dengan pornografi, sampai ke prakteknya;
semunya berawal dari cinta dan asmara yang dielu-elukan media! Cinta
yang dianggap suci, murni, dll…yang hanya sekedar kulit tipis, mudah
terkelupas dan pecinta pasti akan memasuki hubungan seks; tak dapat
dihindari. Padahal Islam hanya melegalkan seks dalam hubungan suami dan
istri, bukan seorang lelaki dengan setiap wanita yang ia sukai.
Lalu apa pendapat Islam tentang cinta dan asmara? Apakah Islam sama
sekali menolaknya? Tidak. Islam mengagungkan cinta, namun tidak
sembarang cinta. Cinta yang hakiki adalah cinta kepada Tuhan. Dengan
cinta Ilahi, dengan sendirinya cinta-cinta yang lain akan timbul.
Sebagaimana cinta seorang ibu kepada anaknya adalah cinta naluriah yang
muncul dengan sendirinya, tanpa perlu kecintaan itu ditampilkan di dunia
entertainment sebagaimana cinta dan asmara yang sampai sekarang tidak
pernah kehabisan penggemarnya, cinta seorang suami dan istrinya pun juga
cinta yang naluriah pula, yang tanpa perlu dipoles dan dipanas-panaskan
dalam dunia hiburan, dengan sendirinya pun manusia akan mencintai
istri/suaminya.
Masalah cinta dan asmara inilah yang diungkit-ungkit oleh pemuda
jaman ini jika seandainya mereka harus menikah dengan orang yang tidak
dikenali sebelumnya; mereka berkata, “kita tidak saling mencintai,
bagaimana kita bisa menikah?” Cara berfikir inilah yang telah kita petik
sebagai buah segar dari sekian luasnya ladang hiburan yang tersebar di
seluruh dunia. Adapun jika pemuda itu menanyakan pertanyaannya kepada
Islam, akan dijawabnya, “Tuhan yang akan menciptakan kecintaan antara
kalian setelah menikah.”
Namun pemuda itu mentah-mentah menolaknya dan
menganggapnya mustahil; karena segala yang tercetak dalam benaknya,
cinta yang hanya ada di dunia ini adalah cinta yang pernah ia saksikan
dalam dunia hiburan.
Tidak mustahil Tuhan menciptakan cinta, kita sebagai pecinta saja
telah Ia ciptakan! Dalam sebuah hadits disebutkan, saat kita mencintai
Tuhan dan menjauhi larangan-larangannya, Ia akan menciptaan kecintaan
terhadap kita dalam hati setiap manusia. Ya, ya… sekali lagi, ini
mungkin tidak masuk akal bagi orang yang mendengarnya untuk pertama
kali.
Kembali ke fakta yang ada saat ini. Jika kita menjalin hubungan
dengan lawan jenis berdasarkan cinta, joba kita jelaskan apa yang kita
cintai dan sukai itu? Semuanya pasti tidak terlepas dari kecantikan,
ketampanan, kekayaan, dan lain sebagainya. Contoh saja, cinta dan asmara
yang diangkat dalam dunia hiburan yang pasti bertumpu pada kecantikan
seorang wanita, yang kemudian diagung-agungkan menjadi cinta abadi,
cinta suci, dan lain sebagainya. Meskipun saya sendiri tidak menutup
kemungkinan ada cinta-cinta lain yang tidak berlandaskan agama, namun
juga tidak bertumpu pada kecantikan, ketampanan, dan faktor-faktor
duniawi lainnya; namun, itu jarang sekali.
Jika kita mau menjadikan agama, khususnya Islam, sebagai sandaran
kita, maka saya akui kita akan mendapatkan cinta abadi dan suci.
Perhatikan contoh ini. Seseorang menikah, karena menganggapnya sebagai
ibadah, anjuran agama, dan demi terbentuknya keluarga yang sehat,
sehingga mereka dapat mendidik anak-anak dan membesarkan mereka lalu
dipersembahkan kepada bangsa. Mereka tidak saling mencintai sebelum
mereka menikah, karena mereka tidak saling mengenal satu sama lain.
Mereka menikah karena mendengar anjuran-anjuran untuk menikah dengan
orang yang baik agama dan akhlaknya. Setelah mereka menikah, dengan
sendirinya mereka pasti menyadari bahwa mereka harus saling mencintai,
dengan demikian tumbuhlah cinta seorang suami dengan istrinya. Cinta
mereka dikarenakan cinta Ilahi, cinta itu akan selalu ada selama Tuhan
ada. Cinta inilah yang tumbuh dari Tuhan, bukan dari kecantikan,
ketampanan, harta benda, dan lain sebagainya. Kalau mau diadu, manakah
cinta abadi, apakah cinta seperti ini atauka cinta Romeo dengan Juliet?
Silahkan anda adu dan anda nilai.
Adapun jika anda bertanya, bagaimana jika ternyata setelah mereka
menikah mereka menemukan banyak ketidak-cocokan yang berujung pada
pertengkaran, bahkan perceraian? Jawabnya, akan menjadi demikian jika
yang menikah belum terlalu matang dan kurang meresapi ajaran-ajaran
agama. Bukankah kita sebagai manusia memiliki banyak perbedaan satu sama
lain? Islam datang menyatukan kita, umat manusia; dan seharusnya kita
bersatu. Islam pun datang dengan ajarannya untuk menyatukan kita dengan
istri/suami kita, seperti apapun perbedaan yang kita miliki. Kebijakan
lah yang dapat menyatukan perbedaan-perbedaan, lalu saling melengkapi.
Jika kebijakan itu tidak kita miliki, pasti jalan yang kita pilih adalah
perpisahan.
Kalau mau berbicara tentang bagaimana kita harus menikah dan memilih
pasangan, pembahasannya lebih spesifik dari pembahasan ini; masih banyak
masalah lain yang perlu dibahas.
Rabu, 12 Juni 2013

Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar