Pages

Tag Cloud

Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

Blogroll

About

Blogger templates

Blogger news

Rabu, 19 Juni 2013

Pengertian Keluarga Harmonis, Keharmonisan Rumah Tangga.

Secara terminologi Keharmonisan berasal dari kata harmonis yang berti serasi, selaras. Titik berat dari Keharmonisan adalah kedaan selaras atau serasi, keharmonisan bertujuan untuk mencapai keselarasan dan keserasian, dalam kehidupan rumah tangga perlu menjaga kedua hal tersebut untuk mencapai keharmonisan rumah tangga(Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1989), hal 299)

Definisi Keharmonisan Rumah Tangga - Keluarga yang harmonis dan berkualitas yaitu keluarga yang rukun berbahagia, tertib, disiplin, saling menghargai, penuh pemaaf, tolong menolong dalam kebajikan, memiliki etos kerja yang baik, bertetangga dengan saling menghormati, taat mengerjakan ibadah, berbakti pada yang lebih tua, mencintai ilmu pengetahuan dan memanfaatkan waktu luang dengan hal yang positif dan mampu memenuhi dasar keluarga(Hasan Basri, Merawat Cinta Kasih. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal 111)

Keluarga harmonis hanya akan tercipta kalau kebahagiaan salah satu anggota berkaitan dengan kebahagiaan anggota-anggota keluarga lainnya. Secara psikologis dapat berarti dua hal: 
  1. Tercapainya keinginan-keinginan, cita-cita dan harapan-harapan dari semua anggota keluarga. 
  2. Sesedikit mungkin terjadi konflik dalam pribadi masing-masing maupun antar pribadi(Sarlito Wirawan Sarwono, Menuju Keluarga Bahagia 4, (Jakarta: Bhatara Karya Aksara, 1982),hal 2)

Keluarga harmonis merupakan keluarga yang penuh dengan ketenangan, ketentraman, kasih sayang, keturunan dan kelangsungan generasi masyarakat, belas-kasih dan pengorbanan, saling melengkapi dan menyempurnakan, serta saling membantu dan bekerja sama(Ali Qaimi, Menggapai Langit Masadenpan Anak,(Bogor: Cahaya, 2002),14)

Keluarga yang harmonis atau keluarga bahagia adalah apabila kedua pasangan tersebut saling menghormati, saling menerima, saling menghargai, saling mempercayai, dan saling mencintai(Zakiah Dradjat, Ketenangan dan Kebahagiaan Dalam Keluarga, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal 9)

Gunarsah berpendapat bahwa keluarga bahagia adalah apabila seluaruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya rasa ketegangan, kekecewaan, dan puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya (eksistensi dan aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental, emosi, dan sosial. Sebaliknya keluarga yang tidak bahagia adalah apabila dalam keluarganya ada salah satu atau beberapa anggota keluarga yang diliputi oleh ketegangan, kekecewaan, dan tidak pernah merasa puas dengan keadaan dan keberadaan dirinya terganggu atau terhambat(Singgih D. Gunarsa. dan Yulia Singgih D. Gunarsa. Psikologi Praktis Anak Remaja dan Keluarga. (Jakarta: Gunung Mulia. 1991), 51)

Suami istri bahagia menuut Hurlock adalah suami istri yang memperoleh kebahagiaan bersama dan membuahkan keputusan yang diperoleh dari peran yang mereka mainkan bersama, mempunyai cinta yang matang dan mantap satu sama lainnya, dan dapat melakukan penyesuaian seksual dengan baik, serta dapat menerima peran sebagai orang tua(Hurlock, EB. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan,. (Jakarta:Erlangga, 1999), hal 299)

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keharmonisan rumah tangga adalah terciptanya keadaan yang sinergis diantara anggotanya yang di dasarkan pada cinta kasih, dan mampu mengelola kehidupan dengan penuh keseimbangan (fisik, mental, emosional dan spiritual) baik dalam tubuh keluarga maupun hubungannya dengan yang lain, sehingga para anggotanya merasa tentram di dalamnya dan menjalankan peran-perannya dengan penuh kematangan sikap, serta dapat melalui kehidupan dengan penuh keefektifan dan kepuasan batin.
Faktor Yang Mempengaruhi Keharmonisan Rumah Tangga Suami Istri

Keluarga sejahtera merupakan tujuan penting, maka untuk menciptakannya perlu diperhatian faktor berikut(Singgih D. Gunarsa. dan Yulia Singgih D. Gunarsa. Psikologi untuk Keluarga, (Jakarta: Gunung Mulia. 1986), hal 42-44) 
  1. Perhatian. Yaitu menaruh hati pada seluruh anggota keluarga sebagai dasar utama hubungan baik antar anggota keluarga. Baik pada perkembangan keluarga dengan memperhatikan peristiwa dalam keluarga, dan mencari sebab akibat permasalahan, juga terhadap perubahan pada setiap anggotanya.
  2. Pengetahuan. Perlunya menambah pengetahuan tanpa henti-hentinya untuk memperluas wawasan sangat dibutuhkan dalam menjalani kehidupan keluarga. Sangat perlu untuk mengetahui anggota keluarganya, yaitu setiap perubahan dalam keluarga, dan perubahan dalam anggota keluargannya, agar kejadian yang kurang dinginkan kelak dapat diantisipasi.
  3. Pengenalan terhadap semua anggota keluarga. Hal ini berarti pengenalan terhadap diri sendiri dan Pengenalan diri sendiri yang baik penting untuk memupuk pengertian-pengertian.
  4. Bila pengenalan diri sendiri telah tercapai maka akan lebih mudah menyoroti semua kejadian dan peristiwa yang terjadi dalam keluarga. Masalah akan lebih mudah diatasi, karena banyaknya latar belakang lebih cepat terungkap dan teratasi, pengertian yang berkembang akibat pengetahuan tadi akan mengurangi kemelut dalam keluarga.
  5. Sikap menerima. Langkah lanjutan dari sikap pengertian adalah sikap menerima, yang berarti dengan segala kelemahan, kekurangan, dan kelebihannya, ia seharusnya tetap mendapatkan tempat dalam keluarga. Sikap ini akan menghasilakan suasana positif dan berkembangnya kehangatan yang melandasi tumbuh suburnya potensi dan minat dari anggota kleuarga.
  6. Peningkatan usaha. Setelah menerima keluarga apa adanya maka perlu meningkatkan usaha. Yaitu dengan mengembangkan setiap dari aspek keluarganya secara optimal, hal ini disesuaikan dengan setiap kemampuan masing-masing, tujuannya yaitu agar tercipta perubahan-perubahan dan menghilangkn keadaan kebosanan dan kestatisan.
  7. Penyesuaian harus selalu mengikuti setiap perubahan baik dari fihak orang tua maupun anak.
Keluarga Muslim Kartun
Keluarga harmonis atau keluarga bahagia adalah apabila dalam kehidupannya telah memperlihatkan faktor-faktor berikut: 
  1. Faktor kesejahteraan jiwa. Yaitu redahnya frekwensi pertengkaran dan percekcokan di rumah, saling mengasihi, saling membutuhkan, saling tolong-menolong antar sesama keluarga, kepuasan dalam pekerjaan dan pelajaran masing-masing dan sebagainya yang merupakan indikator-indikator dari adanya jiwa yang bahagia, sejahtera dan sehat.
  2. Faktor kesejahteraan fisik. Seringnya anggota keluarga yang sakit, banyak pengeluaran untuk kedokter, untuk obat-obatan, dan rumah sakit tentu akan mengurangi dan menghambat tercapainya kesejahteraan keluarga.
  3. Faktor perimbangan antara pengeluaran dan pendapatan keluarga. Kemampuan keluarga dalam merencanakan hidupnya dapat menyeimbangkan pemasukan dan pengeluaran dalam keluarga. Misalnya; Banyak keluarga yang kaya namun mengeluh kekurangan(Sarlito Wirawan Sarwono, Menuju Keluarga Bahagia 2, (Jakarta: Bhatara Karya Aksara, 1982), hal 79)

Kunci utama keharmonisan sebenarnya terletak pada kesepahaman hidup suami dan isteri. Karena kecilnya kesepahaman dan usaha untuk saling memahami ini akan membuat keluarga menjadi rapuh. Makin banyak perbedaan antara kedua belah fihak maka makin besar tuntutan pengorbanan dari kedua belah fihak. Jika salah satunya tidak mau berkorban maka fihak satunya harus banyak berkorban. Jika pengorbanan tersebut telah malampaui batas atau kerelaannya maka keluarga tersebut terancam. Maka fahamilah keadaan pasangan, baik kelebihan maupun kekurangan yang kecil hingga yang terbesar untuk mengerti sebagai landasan dalam menjalani kehidupan berkeluarga. Rencana kehidupan yang dilakukan kedua belah fihak merupakan faktor yang sangat berpengaruh karena dengan perencanaan ini keluarga bisa mengantisipasi hal yang akan datang dan terjadi saling membantu untuk misi keluarga(Ibid, hal 79-82)

Membina keharmonisan rumah tangga akan berhasil tergantung dari penyesuaian antara kedua belah fihak dan bagaimana mengatasi kesulitan-kesulitan, maka kedua belah fihak harus memperhatikan: 
  1. Menghadapi kenyataan. Suami isteri perlu menghadapi kenyataan hidup dari semua yang terungkap dan tersingkap sebagai suatu tim, dan menanggulanginya dengan bijaksana untuk menyelesaikan masalah.
  2. Penyesuaian timbal balik. Perlu usaha terus menerus dengan saling memerhatikan, saling mengungkapkan cinta dengan tulus, menunjukkan pengertian, penghargaan dan salaing memberi dukungan, semangat. Kesemuanya berperan penting dalam memupuk hubungan yang baik, termasuk dalam hubungan yang paling intim antara suami dan isteri yakni seks.
  3. Latar belakang suasana yang baik. Untuk menciptakan suasana yang baik, dilatar belakangi oleh pikiran-pikiran, perbuatan dan tindakan yang penuh kasih sayang. Maka macam-macam perasaan jengkel, kecewa, tidak adil yang bisa menimbulkan prasangka, curiga yang mewarnai suasana hubungan suami-isteri dan mempengaruhi hubungan intim mereka harus di jauhi.

Kesibukan atau kegiatan yang berlebihan pada suami atau isteri, sehingga tersita waktu untukn memupuk dan memelihara suasana baik, akrab akan mengganggu hubungan intim. Karena itu diperlukan usaha untuk menciptakan suasana dengan memperhatikan: Masing-masing tidak kehilangan individualitas, azaz berbagi bersama diterapkan seluas mungkin, berusaha menjauhkan dan menghentikan kebiasaan atau cara yang tidak disenangi suami atau isteri, setiap tindakan dan keputusan penting harus dibahas terlebih dahulu untuk memelihara kepercayaan dan kerjasama antar pasangan, setiap pasanga hendaknya menambah kebahagiaan pasangannya. Dengan bertambahnya usia maka bertambah pula kemampuan menghadapi masalah, namun masalah yang muncul semakin baru maka hubungan perlu dijaga dengan selalu berkominikasi dengan cara yang harmonis(Singgih D. Gunarsa. dan Yulia Singgih D. Gunarsa. Psikologi Praktis Anak Remaja dan Keluarga., hal  202-203)

Menurut Mazhariri Husain untuk mencapai kebahagiaan dan keharmonisan dalam rumah tangga harus diberlakukan cinta kasih didalamnya. Yaitu: 
  1. Ambillah butiran cinta kasih dan apa yang dinugerahkan Tuhan.
  2. Perbanyaklah  butir cinta kasih dalam kehidupan rumah tangga.

Karenanya dalam kehidupan rumah tangga, para anggota keluarga terutama suami istri harus menjaga dari hal yang membuat hilangnya cinta kasih tersebut. Adapun faktor yang menyebabkan hilangnya cinta kasih adalah:
  1. Watak yang keras. Hilangnya cerminan cinta kasih dalam keluarga merupakan akibat dalam rumah tangga berwatak keras. Anggota keluarga berselisih, egois, kurang dapat mengontrol perbuatan, dan kata-kanya. Akhirnya ini akan merambah dalam diri angota keluarga yang mengakibatkan ikatan cinta kasih ini berangsur-angsur hilang, cinta kasih berubah menjadi kebencian dan kebosanan, pasangan dan keluarga menjadi terhina. Jagalah diri dari watak yang keras untuk menjaga keharmonisan dalam rumah tangga.
  2. Perbuatan aniaya. Perbuatan aniaya bermakna luas, mulai dari perbuatan, sikap, maupun kata-kata. Hindarilah perbuatan menganiaya orang lain bahkan keluarga. Caranya dengan menjaga adap atau tatakrama. Perlakukan orang lain dan keluarga dengan penuh perhatian dan menjaga dari perbuatan aniaya untuk menciptakan iklim yang harmonis.
  3. Ucapan buruk. Lidah merupakan senjata yang paling tajam dari pda pedang, karena dengannya manusia dapat merasa hancur dan terhina. Akibat dari ketajaman lidah dapat membekas dalam hati pasangan dan anggota keluarga, sehingga ia merasa kurang aman dan tentram dalam keluarganya.dan apabila ini terus berlanjut maka akan memberikan efek berpudarnya kecintaan dan keharmonisan dalam rumah tangga bersangkutan(Husain Mazhari, Membangun Surga Dalam Rumah Tangga, (Bogor: Cahaya,2004), ha 165-174)

Menurut Basri keharmonisan rumah tangga mempunyai beberapa faktor yang mempengaruhi. Saling mencintai, fisik kedua belah fihak, material, pendidikan, dan agama merupakan faktor yang mempengaruhi dalam keharmonisan. Namun yang paling penting adalah kedewasaan diri dari kedua pasangan. Jika kedua pasangan telah memiliki kedewasaan untuk menjalankan perannya dalam rumah tangga maka didalam keluarga tersebut akan terjadi kesinambungan dan keseimbangan yang saling mengisi satu sama lain sehingga tercipta kesejahteraan dalam rumah tangganya(Hasan Basri, Keluarga Sakinah Tinjauan Psikologi dan Agama, (Yogyakarta; Pustaka pelajar, 2002), 5-7)

Keluarga akan mencapai taraf keharmonisan apabila tidak hanya didasarkan pada faktor biologis semata, namun aspek kasih sayang (afeksional) harus berlaku didalamnya sebagai pilar utama stabilitas suatau perkawinan. Matriks organisasi keluarga (bio-psiko-sosial-spiritual) haruslah di seimbangkan dengan menjaga tali pengikat didalamnya yaitu tali keharmonisan yang berdasarkan afeksional(Dadang Hawari,  Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa Dan Kesehatan Jiwa., hal 770-803)
separador

0 komentar:

Posting Komentar

Categories

Blog Archive

Popular Posts